Kebersihan dan juga kesehatan Laut Dunia terkait erat dengan kehidupan kita. Pengurangan populasi organisme yang hidup di dalamnya, mutasi organisme yang ada, kepunahan tidak hanya fauna, tetapi juga flora, berdampak negatif pada planet ini secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan perubahan pada seluruh ekosistem, runtuhnya rantai makanan tercermin dalam penurunan pendapatan manusia, dan juga pada makanan yang diperoleh dari hamparan air.
Lebih dari 40% Laut Dunia sekarang diklasifikasikan sebagai wilayah yang sangat terpengaruh oleh dampak dan aktivitas manusia, termasuk polusi, menipisnya stok ikan dan kerang, hilangnya habitat pesisir. Setiap tahun, lebih dari 8 juta ton sampah masuk ke lautan, di antaranya plastik adalah yang paling berbahaya. Setiap tahun, plastik menjadi penyebab kematian sebagian besar makhluk laut, yang jumlahnya mencapai jutaan orang. Lebih dari 700 spesies telah terdampak oleh plastik, beberapa di antaranya saat ini diklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah.
Ilmuwan memperkirakan bahwa pada tahun 2050 jumlah plastik di perairan akan melebihi jumlah total ikan yang hidup di sana. Plastik memiliki umur yang panjang dan pulau-pulau nyata di lautan "dibangun" darinya: salah satu yang terbesar berada di Samudra Pasifik, dan luasnya memecahkan rekor 1,6 juta kilometer persegi, yang tiga kali ukuran Prancis.
Pulau Bali yang hijau masih belum tercemar, tetapi area tempat wisatawan aktif datang secara bertahap dipenuhi plastik dan mengubah warna alaminya. Menurut statistik, lebih dari 15.000 meter kubik sampah berada di tempat pembuangan sampah dan pinggir jalan. Sampah, yang hanyut di air, berasal dari seluruh dunia, terutama dari Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kurangnya peralatan khusus untuk daur ulang di pulau-pulau itu sendiri, sehingga sebagian besar plastik (lebih dari 200.000 ton per tahun) dibuang ke laut, dari sana hanyut ke pantai-pantai terbaik di Bali. Menurut para ilmuwan, kepulauan Indonesia sekarang "memasok" hingga 10% dari semua sampah plastik ke laut.